Pada
awal bulan Desember 2019 di Wuhan muncul virus baru bernama COVID-19 (corona
virus disease 19). COVID-19 tergolong sebagai pandemi karena penyebarannya
sudah menjalar ke seluruh pelosok dunia. Meskipun COVID-19 memiliki tingkat
kematian 2-5% yang terbilang rendah dibandingkan virus SARS. Namun persebaran
virus ini sangat cepat dan memakan banyak korban jiwa. Data dari Worldometers
(20/5/2020) menyebutkan jumlah total kasus COVID-19 sebanyak 5.000.630 kasus
dengan jumlah kematian 325.156 orang. Indonesia menjadi negara peringkat ke-33
dengan jumlah kasus 19.189 dan angka kematian 1.242 orang. Hal itu karena
gejala COVID-19 sulit dibedakan, misalnya demam, batuk, dan sesak nafas. WHO (World
Health Organization) menyebutkan virus tersebut menular melalui droplets
(air liur) atau fomites (muntah). Oleh karenanya ketika seseorang yang positif COVID-19
batuk atau air liurnya mengenai suatu benda, maka orang lain yang melakukan
interaksi akan tertular penyakit ini.
Munculnya
wabah COVID-19 nampaknya direspon dengan cara yang berbeda-beda oleh
masyarakat. Sebagian masyarakat percaya bahwa COVID-19 adalah sebuah teori
konspirasi atau omong kosong belaka, akibatnya segolongan masyarakat acuh tak
acuh dengan virus ini. Istilah yang disematkan bagi orang yang tak
memperdulikan keselamatannya maupun orang lain di masa pandemi ini disebut
covidiot. Covidiot artinya orang-orang yang meremehkan COVID-19, misalnya
seperti tetap berkumpul di masa PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Hal
ini tentunya merugikan diri sendiri dan orang lain, terlebih lagi apabila
mereka termasuk invincible carrier, bisa saja mereka merasa sehat tapi
tetap bisa menularkan kepada orang lain.
Anak-anak
yang cenderung meniru apa yang dilihatnya perlu diedukasi sejak dini. Seperti
teori Bobo Doll Bandura yang mana seorang anak kecil merubah perilakunya hanya
karena melihat tindakan yang ada di depan matanya. Selain itu, MacDermmot
(2020) mengungkap bahwa anak-anak juga memiliki potensi tinggi sebagai invincible
carrier karena mereka memiliki kekebalan tubuh yang tinggi. Pada masa
Pandemi COVID-19 sangat penting untuk mengedukasi anak-anak supaya mereka paham
akan bahaya dari virus ini. Anak-anak membutuhkan media edukasi yang sesuai
supaya dapat diterima dengan baik. Kesalahan dalam mengedukasi anak-anak akan
sangat berbahaya. Misalkan saja ketika media edukasi itu terlalu menyeramkan
maka bisa menimbulkan trauma, sedangkan apabila media edukasi tidak memahamkan dengan
baik maka mereka akan tidak akan bijak dalam bertindak. Maka dari itu perlu
suatu media yang sesuai untuk mengedukasi anak-anak.
Berdasarkan
latar belakang di atas, penulis memiliki sebuah gagasan dalam mengedukasi
anak-anak mengenai bagaimana cara menangani COVID-19. Penulis membuat esai
dengan judul “Coventure: Permainan Edukatif Berbasis Android untuk Menghadapi
Pandemi COVID-19”. Coventure bertujuan untuk mengedukasi anak-anak dalam
menyikapi pandemi COVID-19. Harapannya setelah memainkan Coventure maka akan
lebih bijak dalam bertindak. Penggunaan permainan edukatif mampu menghadirkan
interaksi yang tak membosankan. Oleh sebab itu, Coventure menjadi media edukasi
yang sesuai bagi anak-anak.
Coventure
dan Edukasi dalam Menghadapi COVID-19
Edukasi
dalam menghadapi pandemi COVID-19 perlu ditanamkan sejak dini. Pendidikan sejak
dini sangat penting untuk dilakukan karena pada masa itulah manusia mulai
membentuk mental dan karakternya (Kemdikbud). Dengan terbentuknya mental dan
karakter baik maka akan menghasilkan kebiasaan dan gaya hidup sehat.
Pelaksanaan edukasi mengenai COVID-19 perlu dilaksanakan sesegera mungkin,
mengingat nyawa adalah taruhannya. Worldometers menyatakan bahwa tingkat
kematian anak terhadap COVID-19 adalah 0,2%.
Jika
tak dibekali dengan edukasi yang cukup maka anak-anak bisa membahayakan dirinya
dan orang lain yang ada di sekitarnya. Edukasi mengenai COVID-19 bagi anak
mencakup bahaya, gejala, dan tindakan pencegahan (UNICEF). Peningkatan
pengetahuan dan wawasan mengenai COVID-19 akan berbanding lurus dengan
kewaspadaan anak menghadapi pandemi COVID-19. Pengetahun tersebut cukup sebagai
bekal anak untuk bijak dalam bertindak di masa pandemi COVID-19.
Coventure
dikemas dalam bentuk permainan edukatif dengan genre RPG (Role Playing Game).
RPG merupakan permainan yang paling diminati masyarakat Indonesia (Agate
Studio, 2012). RPG adalah permainan yang meminta kita berimajinasi sebagai
karakter yang ada di dalam permainan. RPG mampu memberikan sensasi seakan-akan
pemain masuk ke dalam permainan. Contoh permainan RPG yang berhasil adalah Final
Fantasy. Genre ini menyenangkan dimainkan karena jarang memiliki konsep
menang dan kalah.
Penggunaan
permainan edukasi telah sering digunakan di Indonesia. Penelitian Vitianingsih
(2016) menemukan bahwa permainan edukasi terbukti membantu proses pembelajaran
dalam mengkonversikan cara belajar konvensional menjadi cara belajar simulasi
dengan media game dan memudahkan anak untuk menerima pembelajaran.
Serupa dengan penelitian Putra dkk (2016) yang menemukan bahwa permainan
edukasi mengajarkan tentang pengembangan daya pikir anak yang didukung
antarmuka yang mudah dimengerti. Permainan edukasi dapat mudah ditangkap oleh
anak karena sistemnya meminta anak lebih aktif di dalamnya.
Alur
Cerita Coventure
Alur
cerita Coventure adalah seorang ksatria yang menghadapi monster COVID-19.
Monster COVID-19 memiliki tujuan untuk menghancurkan dunia. Sebelum mengalahkan
monster COVID-19, sang ksatria perlu mengalahkan pasukannya, yaitu covidiot
atau orang-orang yang telah terinfeksi COVID-19. Sang ksatria perlu menggunakan
APD (Alat Pelindung Diri) untuk mengalahkan monster COVID-19. Untuk mendapatkan
APD, ksatria bisa membeli di toko dengan hadiah poin setelah mengalahkan
covidiot atau menemukan di jalan.
Selama
perjalanan menuju markas monster COVID-19 sang ksatria akan selalu dihadang
oleh covidiot yang semakin lama semakin kuat. Semakin kuat lawan maka semakin
tinggi pula poin yang didapatkan. Sang ksatria bisa meningkatkan kekuatan
APDnya apabila sudah memiliki poin yang cukup. Di sela-sela perjalanan sang
ksatria juga akan menemui tawanan yang bisa rekan bertarung apabila
diselamatkan dari covidiot.
Akhirnya,
sang ksatria akan bertarung dengan monster COVID-19 dengan APD yang telah
ditingkatkan serta bantuan dari rekan-rekan yang telah diselamatkan. Monster
COVID-19 akan kalah apabila sang ksatria dan rekan-rekannya bisa kompak dalam
menyerangnya. Ketika monster COVID-19 sudah kalah maka covidiotpun juga akan
ikut kalah. Tamat.
Pelajaran
dalam Coventure
1.
Ksatria
Peran
ksatria menggambarkan bahwa kita harus memerangi COVID-19 yang bertujuan
menghancurkan dunia. Hal itu bertujuan supaya pemain paham bahaya dari
COVID-19.
2.
APD
Munculnya
APD berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dalam self protecting. Masyarakat
harus bisa melindungi diri sendiri dari bahaya virus ini. APD harus tetap
dikenakan apabila kita mau menghadapi COVID-19.
3.
Monster COVID-19
Monster
COVID-19 adalah perwujudan dari pandemi COVID-19. Dalam Coventure, monster ini
adalah musuh utama dari ksatria. Musuh yang harus dikalahkan supaya dunia bisa
diselamatkan.
4.
Covidiot
Covidiot
adalah orang-orang yang telah terinfeksi virus. Covidiot harus dihindari supaya
pemain tidak ikut tertular COVID-19. Covidiot juga akan memunculkan
gejala-gejala seperti batuk, demam, dan sesak nafas supaya pemain teredukasi
mengenai gejala COVID-19.
5.
Rekan
Rekan
adalah hal penting dalam Coventure. Apabila tidak memiliki rekan maka tak bisa
mengalahkan monster COVID-19. Maksudnya adalah masyarakat tak bisa berjuang
sendiri dalam menghadapi COVID-19. Kita juga harus mengedukasi orang-orang
sekitar supaya turut serta dalam menghadapi pandemi ini.
Desain
Tampilan Coventure
No
|
Ilustrasi
|
Keterangan
|
1
|
|
Tampilan Dalam Coventure
|
2
|
Tokoh Utama
|
|
3
|
Rekan 1
|
|
4
|
Rekan 2
|
|
5
|
Rekan 3
|
|
6
|
|
APD
|
7
|
|
Monster COVID-19
|
8
|
|
Covidiot
|
Masyarakat
harus selalu diedukasi dalam rangka menghadapi pandemi COVID-19. Anak-anak yang
belum paham bahaya akan virus ini seharusnya segera diedukasi. Edukasi memerlukan
media pembelajaran yang tepat supaya memberikan hasil maksimal. Media
pembelajaran perlu menyesuaikan dengan karakteristik pengguna. Coventure
hanyalah salah satu dari media pembelajaran yang bisa kita gunakan untuk
mengedukasi anak-anak mengenai pandemi COVID-19. Harapannya akan muncul
berbagai media edukasi yang bisa menyadarkan masyarakat. Marilah bersama-sama
berjuang melawan COVID-19!
DAFTAR
PUSTAKA
Anik Vega Vitianingsih. 2016. Game Edukasi
Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini. Jurnal INFORM: Vol.
1. Nomor 01. ISSN: 2502-3470.
Duarte, Fernando. (2020). Disitasi 20 Mei
2020, dari: https://www.bbc.com/indonesia/dunia-51453377
Kemdikbud. (2016). Disitasi 20 Mei 2020,
dari: http://paud.kemdikbud.go.id/2016/03/22/pentingnya-pendidikan-anak-usia-dini/
Putra Dian Wahyu dkk, 2016. Game Edukasi
Berbasis Android Sebagai Media Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini. ISSN:
2502-5716. Pasuruan: Universitas Merdeka.
Studio, A.
(2012). Genre Favorit. Jakarta: Agate Studio.
UNICEF Indonesia. (2020). Disitasi 20 Mei
2020, dari: https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus
Wolrdometers. (2020). Disitasi 20 Mei 2020,
dari: https://www.worldometers.info/coronavirus/#countries
Numpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*