Oleh: Alberta Nilasari Diah
Nastiti
Alumnus Universitas
Airlangga Surabaya
Dunia
sedang berada dalam ancaman nyata corona
virus disease 2019 (covid 19) yang merenggut nyawa dan mengubah tatanan
kehidupan umat manusia. Saat tulisan ini dibuat setidaknya sudah terkonfirmasi
4,89 juta jiwa di seluruh dunia yang terjangkit virus ini, 323 ribu jiwa di
antaranya meninggal dunia, sementara itu 1,69 juta jiwa berhasil sembuh. Di
Indonesia sendiri pasien yang positif terkena covid 19 tercatat telah menembus
angka 18.496 pasien, sebanyak 4.467 pasien dinyatakan sembuh, sementara angka
kematian mencapai 1.221 jiwa.
Data
keterpaparan covid 19 di atas bukanlah suatu dekorasi untuk gagah-gagahan,
tetapi menampilkan fakta keterancaman yang nyata kepada kita bahwa dunia kita
tidak sedang baik-baik saja. Dunia kita sedang berada dalam bahaya dan perlu
suatu tanggapan serius yang mengantisipasi dampak buruk pandemi itu terhadap
kehidupan umat manusia.
Selamat datang virus
Ketika
negara-negara lain seperti Tiongkok, Korea selatan, dan Italia sibuk membatasi
aktivitas di dalam negerinya untuk membatasi penyebaran covid 19, Indonesia
justru membayar para buzzer dan influencer untuk mendatangkan turis
(baca: virus) dari luar negeri. Gagasan untuk mendatangkan turis dimaksudkan
untuk memompa pertumbuhan ekonomi, tetapi pada saat yang bersamaan menampilkan
ketidaksiapan pemerintah kita mengantisipasi bahaya covid 19.
Para
pejabat kita memang selalu “tampil beda” atau “asal beda” dari yang lain dalam
mengantisipasi covid 19. Ada pejabat negara yang dengan enteng berseloroh
menyatakan bahwa covid 19 tidak akan bisa masuk ke Indonesia karena “sulit
mendapatkan perizinan”, ada yang mengatakan bahwa dengan memakan nasi kucing
tidak akan terkena virus itu. Sikap para pejabat ini tentu saja bertentangan
dengan sikap ilmiah yang memiliki pijakan logika dan pengamatan empiris yang
ketat dalam penelitian-penelitian ilmiah yang kredibel.
Sikap
yang antisains itu berujung pada angka paparan korban covid 19 yang kian
meningkat hari demi hari. Jika saja kita bersikap menghormati prinsip-prinsip
sains dalam mengantisipasi gelombang teror covid 19 ini, barangkali Indonesia
tidak separah yang terjadi saat ini.
Setidaknya
ada satu hal yang mendasar yang perlu dilakukan oleh pemerintah dalam
mengantisipasi bahaya covid 19 ini yakni dengan mengedukasi masyarakat.
Pemerintah seharusnya memberikan informasi tentang bahaya covid 19 dan cara
mencegahnya sehingga masyarakat kita memiliki kesadaran yang timbul dari dalam
dirinya tentang sistem pencegahan mandiri. Dalam hal ini, media dapat menjadi
salah satu corong yang memberikan edukasi tersebut. Sayangnya, itu terlambat
dilakukan, virus telah masuk dan kita tidak siap menghadapi itu.
Ketidaksiapan
kita bisa ditunjukan dengan gagalnya pemberlakuan pembatasan sosial berskala
besar (PSBB) dan karantina wilayah yang dimaksudkan untuk membatasi aktivitas
sosial masyarakat tetapi faktanya masyarakat tetap saja beraktivitas
seolah-olah covid 19 bukan ancaman.
Ini
bisa terjadi karena (i) masyarakat kurang memiliki kesadaran untuk melakukan
karantina mandiri, (ii) pemerintah tidak tegas dalam memberlakukan PSBB dan
karantina wilayah dengan aturan yang carut marut dan di kalangan para menteri
kabinet sendiri saling membatalkan peraturan yang dikeluarkan menteri yang lain
dan menganulir himbauan presiden, (iii) pemerintah pusat melalui presiden
akhrinya mengajak berdamai dengan covid 19 suatu tanda keputusasaan dan pasrah
di hadapan covid 19.
Dampak dan usaha nyata kita!
Statistik
korban terpapar covid di atas bukan sekedar angka-angka yang dihadirkan di
hadapan kita, tetapi fakta teror kematian yang menghantui kehidupan umat
manusia di seluruh dunia. Covid 19 menyebabkan tatanan sosial dan pola
interaksi-komunikasi antarmanusia berubah. Manusia sebagai makhluk sosial yang
ditandai dengan interaksi satu sama lain harus menjaga jarak (social/physical distancing) dengan yang
lain demi keselamatan diri. Ada perubahan hakikat kemanusiaan dari makhluk
sosial menjadi makhluk yang solipsis sebagai antisipasi terhadap kepunahan di
hadapan teror kematian ini.
Tak
hanya itu saja, covid 19 juga melumpuhkan perekonomian dan boleh jadi mengubah
tatanan politik dunia. Banyak negara termasuk Indonesia tak luput dari soal
ini. Dampak nyata yang paling terasa dari hal itu adalah banyak buruh yang
dirumahkan (pemutusan hubungan kerja), ada banyak tukang ojek daring dan
pangkalan yang kehilangan penumpang, pedagang kehilangan pelanggan.
Dalam
bidang politik, gejala paling umum adalah para elit politik (baik di DPR maupun
di lembaga-lembaga eksekutif) secara cepat-cepat mengesahkan agenda-agenda
politik yang kontroversi dan bertentangan dengan kepentingan rakyat. Pengesahan
UU Minerba Tahun 2020 baru-baru ini adalah tanda bahwa demokrasi kita telah
disandera oleh kepentingan oligarki politik yang menubuh di dalam para elit
politik nasional. Demokrasi dibajak oleh kepentingan modal dan hal itu luput
dari pengawasan rakyat yang sedang bersusah payah mempertahankan hidup di
tengah wabah.
Lantas
apa yang harus kita lakukan? Fenomena ini mendesak kesadaran kita untuk
terlibat secara aktif dalam usaha meminimalisir korban jiwa. Tidak hanya itu
saja kita juga dituntut untuk bersama-sama dalam semangat persatuan untuk
menjaga keutuhan Indonesia dari ancaman nyata oligarki ekonomi politik yang
memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan bisnisnya.
Dalam
skala nasional memang kita sudah terlambat mengantisipasi kehadiran covid 19,
tetapi kita bisa membangun kesadaran individu untuk mencegah dampak lebih luas
dari bahaya ini dan terutama mengantisipasi kehidupan normal setelah covid 19.
Mengutip Yuval Noah Harari: “Ya, badai pasti akan berlalu, umat manusia akan
bertahan, banyak dari kita akan tetap hidup — akan tetapi kita akan tinggal di
sebuah dunia yang berbeda”.
Covid
19 hadir sebagai sebuah interupsi terhadap aktivitas dan rutinitas kita. Tidak
hanya menginterupsi tetapi juga mendisrupsi kehidupan normal kita. Dampak nyata
dari interupsi dan disrupsi itu adalah menuntut kita untuk berbenah dan
memperbarui diri, menginovasi diri agar kita tetap bertahan di dalam dunia
pasca covid 19.
Covid
19 memang merupakan bencana bagi umat manusia, tetapi sekaligus momentum bagi
kita untuk berbenah diri.
Tugas
kita tidak saja untuk mengamankan diri dari terpapar virus ini, tetapi juga
memastikan agar orang lain di sekitar kita tidak menjadi korban. Sambil berjaga
jarak, kita dapat memberikan edukasi tentang bahaya covid 19 dan cara-cara
praktis pencegahan seperti penggunaan masker dan sesering mungkin mencuci tangan.
Kampanye tentang tindakan praktis pencegahan covid 19 itu bisa kita lakukan
melalui media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, Zoom, dan
lain sebagainya.
Pandemi
covid 19 memang mengancam kita umat manusia, tetapi semangat untuk tetap hidup
dan menghidupkan yang lain jangan sampai padam. Di tengah ancaman teror
kematian ini, jangan sampai kita kehilangan harapan untuk tetap hidup.
Numpang promo ya gan
ReplyDeletekami dari agen judi terpercaya, 100% tanpa robot, dengan bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% segera di coba keberuntungan agan bersama dengan kami
ditunggu ya di dewapk^^^ ;) ;) :*