Suara Dionisius - Masyarakat adat merupakan sekelompok orang yang hidup secara turun temurun
di wilayah geografis tertentu, memiliki asal-usul leluhur dan/atau kesamaan
tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah
dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, budaya dan hukum. Pengertian ini merupakan pengertian yang
tertuang dalam rancangan undang-undang tentang masyarakat adat.
Hutan dan masyarakat adat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Hutan menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat adat yang menopang
kehidupan sehari-hari. Masyarakat adat hidup dan sangat bergantung pada hutan
atau sungai. Seperti masyarakat yang ada di kecamatan Delang kabupaten
Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, yang hidup di sekitar hutan, mereka
sangat menggantungkan hidup mereka pada hutan dan sungai. Mulai dari bertahan
hidup dengan mencari bahan makanan, mengolah tanah dengan bertani, berladang
padi dan aneka sayuran, berburu, panen buah-buahan hutan seperti aneka durian,
madu hutan, dan kekayaan hutan lainnya.
Mereka percaya bahwa hutan adalah titipan bagi generasi yang akan
datang. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu sadar akan
pentingnya menjaga hutan dan alam.
Kecamatan Delang memiliki potensi alam yang luar biasa. Masyarakat Dayak
Tomun di Delang kompak menolak perusahaan sawit dan pertambangan. Kecamatan ini
memiliki hutan yang masih asri dengan kekayaan flora, sungai yang deras dan
jernih dengan segala keindahan dan kekayaannya. Semua itu merupakan anugerah
dari Tuhan dan hasil dari usaha dan kerja keras masyarakat setempat dalam
mempertahankannya secara terus menerus ditengah maraknya deforestasi yang
terjadi di dunia. Karena itu, pada tahun 2015 melalui keputusan bupati Lamandau
nomor 188.45/153/III/HUK/2015, Kecamatan Delang ditetapkan sebagai tujuan
wisata. Harus juga diakui, hutan di kecamatan ini adalah ‘sisa-sisa’ keutuhan
kehidupan dan rimba terakhir yang perlu dijaga sebagai pertahanan.
Masyarakat adat sangat berperan penting dalam menjaga hutan. Mereka
memiliki pengetahuan dan cara tradisional dalam bertahan hidup sehingga mampu
bersahabat dengan hutan dan alam. Hal serupa juga disampaikan Staf Khusus
Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Mahir Takaka dalam seminar
nasional yang diadakan Sylva Indonesia.
Hal ini berbanding terbalik dengan budaya konsumtif yang tidak terbatas zaman
ini yang melatarbelakangi ensiklik Paus Fransiskus Laudato Si. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam berbagai
bidang selain berdampak positif bagi manusia menyababkan budaya konsumtif tak
terbatas. Budaya konsumtif tersebut memunculkan keegosian sehingga manusia rela
menghancurkan hidup dirinya sendiri, sesama dan alam. Dalam ensiklik ini bapa
suci menyampaikan, bahwa alam ciptaan ialah adalah buah karya agung Allah
kepada manusia bahwa ada nilai spiritual yang menghubungkan alam, manusia dan
Allah sendiri. Alam sekali lagi bukan merupakan objek, tetapi ia adalah subjek,
sama seperti manusia. Alam merupakan saudari/saudara, hubungan ini mengartikan
jika yang satu terluka, begitu juga yang lainnya akan ikut terluka.
Peranan penting masyarakat adat dalam menjaga hutan perlu didukung.
Masyarakat adat pertama-tama perlu diakui keberadaannya. Tidak dapat
dipungkiri, mereka adalah elemen yang paling penting dan paling baik dalam
pelestarian lingkungan. Masyarakat adat adalah penjaga lingkungan terbaik. Cara
berpikir, cara bertindak serta cara hidup mereka dalam relasi dengan alam
menjadi pertimbangan dalam memberikan hak bagi mereka. Masyarakat adat dan
masyarakat setempat menguasai cukup banyak lahan dunia. Namun mereka hanya
memiliki hak legal atas sebagian kecil lahan yang mereka tempati. Ruang seluas-luasnya
jika diberikan kepada mereka akan membantu, dalam menjaga keseimbangan
lingkungan di seluruh dunia.
Pada tanggal 9 Agustus ini dirayakan Hari Internasional Masyarakat Sedunia.
Tanggal 9 Agustus setiap tahunnya di maksudkan untuk meningkatkan kesadaran dan
melindungi hak-hak populasi masyarakat adat dunia. Pada tahun ini tema yang
diusung “Leaving No One Behind: Indigenous Peoples and The Call For a New
Social Contract”. Harapan yang besar bagi pemerintah untuk memperhatikan dan mengakui
masyarakat adat beserta segala haknya. Masyarakat adat merupakan benteng
pertahanan yang kuat dalam pelestarian lingkungan. Harus diakui, mereka
berperan penting dalam menjaga lingkungan, menjaga rimba terakhir.
Penulis, Rahel Dewi Sartika (SEKJEN PMKRI Cab. Palangka Raya)
0 comments: