SAVE BANGKAL (NYAWA TIDAK SENILAI HARGA SAWIT)
Sabtu (7/10/2023), jadi hari kelam untuk warga Desa Bangkal, Kecamatan Seruyan Raya, Kabupaten Seruyan, Kalteng. Gijik (35), warga Bangkal, tewas di kebun sawit milik PT HMBPI, anak perusahaan BEST Group. Kembali kita menyaksikan brutalitas aparat kepolisian dalam melakukan penanganan konflik Ketika masyarakat Adat berhadapan dengan perusahaan hingga satu nyawa melayang dan dua lainya terluka akibat peluru senjata pihak kepolisian dan puluhan orang lainya turut ditangkap. Polisi tak segan menembaki Masyarakat Adat yang seharusnya mereka lindungi.
Pagi itu, peserta aksi dihadang oleh aparat kepolisian dari Polda Kalteng dengan senjata lengkap. Di lapangan terdengar suara dari arah aparat dengan sebutan "tembak, tembak, bidik kepalanya" lalu menyusul suara tembakan, Hal itu bisa dilihat dari video yang beredar dengan durasi 1 menit 19 detik. Gijik yang sedang duduk tiba-tiba berdiri karena melihat teman aksinya, Taufik Nurahman (21), tertembak di bagian pinggang. Gijik yang ingin menolongnya justru ditembak di bagian dada, diduga menembus jantung. Gijik tewas di tempat.
Gijik dan Taufik dibawa ke rumah sakit, namun nyawa Gijik tak bisa diselamatkan. Sedangkan Taufik masih dirawat intensif. Namun hingga nyawa Gijik melayang tak ada respon baik dari perusahaan.
Bentrok antara warga dan aparat pun bukan yang pertama. Bentrok pertama terjadi pada 21 September 2023, saat itu warga ditembaki dengan gas air mata hingga menyebabkan reaksi spontanitas masyarakat hingga terjadi pembakaran terhadap fasilitas perusahaan, Bentrok kedua terjadi pada 23 September 2023 malam, di mana kejadian itu menyebabkan dua warga mengalami luka-luka akibat bentrok dengan aparat kepolisian. Bentrok kali ini nyawa melayang, warga luka berat, dan setidaknya puluhan warga ditangkap.
Alih-alih aparat kepolisian turut memberikan pengamanan, pengayoman, aparat kepolisian yang berjaga di lokasi areal perusahaan justru melakukan tindakan represif kepada warga dengan menembakkan gas air mata dan menembak menggunakan peluru tajam.
Padahal ada peraturan yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa.
Sepertinya pihak kepolisian lebih berpihak ke perusahaan, bukan menjadi pihak netral dalam melakukan pengamanan. Pihak Kepolisian diduga melanggar hak asasi manusia serta peraturan kepolisian terutama yang terkait prosedur penembakan, penanganan konflik sosial dan pedoman penanganan unjuk rasa.
Semua itu terjadi lantaran tuntutan warga yang tidak dipenuhi. Pada 16 September 2023, terjadi mediasi antara perusahaan dengan masyarakat dengan kesepakatan pertama, pihak perusahaan bersedia untuk memberikan kebun plasma dalam bentuk alokasi dana plasma senilai luas kebun lebih kurang 235 hektar. Kedua, jumlah luasan yang belum dapatkan Hak Guna Usaha (HGU) seluas lebih kurang 1.175 hektar sudah termasuk 235 hektar yang akan dibayarkan terlebih dahulu. Ketiga, perusahaan bersedia untuk memberikan kegiatan usaha produktif yang difasilitasi PT HMBP I bersama pemerintah daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perusahan juga memfasilitasi pembangunan kebun
masyarakat di luar izin HGU perusahaan. Besaran pembagian Dana Alokasi Plasma untuk masing-masing desa sasaran penerima manfaat selanjutnya ditetapkan melalui kesepakatan tingkat desa untuk menjadi penetapan tingkat kecamatan.
Dana alokasi plasma yang awal kurang lebih 235 Ha akan diusulkan menjadi kurang lebih 500 Ha dengan pembagian Desa Bangkal kurang lebih 300 ha. Desa Terawan kurang lebih 100 Ha, dan desa Tabiku kurang lebih 100 Ha.
Sayangnya, semua kesepakatan itu sampai saat ini tidak dihiraukan pihak perusahaan. Hal itu lah yang
memicu masyarakat melakukan aksi selama hampir sebulan.
Melihat Kondisi ini untuk mendesak:
Menuntut Presiden Jokowi mengevaluasi kinerja kepolisian yang semakin hari semakin menunjukkan watak represif nya
Mendesak Kapolri mengusut tuntas atas penembakan dari oknum kepolisian.
#savebangkal
#savekemanusian
Penulis
Patrisius Agang
0 comments: